Jika tidak
ada yang dikorbankan, maka itu bukan PERJUANGAN.
Jika
berdiri tegak tanpa ujian, maka itu bukan KETANGGUHAN.
Jika Allah
masih bersama kita, maka semua itu bukan penderitaan.
Pada waktu
itu aku masih muda. Memang tidak setua sekarang, yang telah S2. Kira-kira
sekitar semester tiga, yang masih kuliah hukum perdata. Di masjid itu,
pelataran selatan masjid kampus UGM, kami pun memikirkan tentang awal mula
dakwah berjamaah. Ya, awal mula dakwah berjamaah. Awal mula dakwah syiar untuk
masyarakat sekitar dalam sebuah bangunan kerakyatan. Dikatakan awal mula dakwah
berjamaah tentu maksudnya pada masaku. Pada masa awal 'hidupku'. Pada masa
permulaan ketika mengukir riwayat baru diriku. Yang ku ingat pada waktu itu,
adalah satu lawan satu, kawan. Bukan berarti kami sedang perang hadap-hadapan,
melainkan memang tidak ada orang dalam sebuah undangan besar yang mengharapkan
kedatangan dari tiap perwakilan, sehingga pada waktu itu tercatat hanya aku,
satu orang akhwat dan dua orang ikhwan dalam pertemuan itu.
'Aina anta
yaa jundullah???
Kemana
yang lain? Mereka tidak bisa datang. Yang lain tsiqoh kepada kami untuk
memutuskan. Berat, karena tsiqoh bagi si penyandang bukan perkara mudah. Ada
hisab yang harus dipertanggungjawabkan. Apalagi hal tersebut terus berulang,
tentu dengan komposisi yang berbeda. Dua tiga, tiga empat, sepuluh lima, enam
tujuh, tiga dua. Tak tentu. Saking tak tentu, ini juga yang mempengaruhi
perbedaan frekuensi kepahaman tentang lembaran dakwah berjamaah yang kami ukir.
Hal ini memang telah dipahamkan, namun perjalanannya terkadang hal ini juga tak
banyak membantu untuk perbaikan kualitas keadaan dakwah berjamaah. Ya, dakwah
berjamaah. Inilah yang akan aku bahas kedepan. Tentang keadaanku, saat ini.
Tentang keadaan teman-temanku. Keadaan aku dan teman-temanku yang menjadi sisa.
Tersisa tepatnya. Yang tersisa.
***
Suatu
malam aku mendapatkan pesan dalam sebuah handphone lamaku. Ada yg bertanya.
Rasanya memang sudah lama. Sudah lama kami tidak melakukan penyebaran publikasi
dan bergerak semangat untuk melakukan aksi. Ini adalah seputar usaha kami,
kawan. Bukan aku, tapi kami yang merupakan sisa tadi. Bunyinya "mba, ada
teman saya yang mau berlangganan, satu di selatan amplaz, satu lagi di sebelah
selatan gembiraloka (rejowinangun). bisa ngak mba diantar? Ini yang program
kerjasama SKI itu lho mb.." Akupun berpikir. Takut salah mencerna.
Berpikir tentang kerjasama yang mana. Ketika dapat. Dapat mencernanya dengan
baik, pikirankupun terus melambung. Jauh, ya amat jauh, kawan. Bayangan seorang
pegawai, dengan gaji kurang dari lima ratus ribu aku bayangkan mengantar
minuman yang kami perjuangkan. Sebuah minuman yang kami putuskan dapat menjadi
pesaing minuman yang telah lama beredar. Sebuah minuman yang kami perjuangkan
dapat melawan raksasa besar. Sebuah minuman yang kami putuskan punya banyak
kelebihan. Dimiliki pengusaha muslim, berhalal MUI, Harga yang murah beredar di
lingkungannya, dan yang terpenting ini untuk Palestine, kawan. Negeri tercinta
yang dalam 'wacana' selalu kita perjuangkan. Ya, negeri yang telah terjajah
jauh melebihi tahun seribu sembilan ratus dua puluh dua. Negeri yang tak ada
hari terlewat tanpa konflik dan sengketa. Inggris terang-terangan menerapkan
kebijakan berpihak pada zionisme. Memberi fasilitas dan sarana untuk mendirikan
negara Israel yang berdaulat. Lantas penduduk Palestine? Mereka terpecah-pecah
tanpa terorganisir. Inilah negeri Palestina, ya Palestina. Sebuah negeri yang
banyak diperjuangkan, tapi terkadang yang memperjuangkan tak tau apa esensi
dari sebuah perjuangan.
Pada
awalnya 'wacana' ini, didapat dari sebuah forum perwakilan. Syuro yang terus
dilakukan, memutuskan ada dua agenda besar yang harus kami selesaikan. Satu
tentang UGM bebas maksiat dan yang kedua tentang Save Palestina. Kamipun terus
berpikir. Mulai berproses dan mulai mengakses. Analisa demi analisa, analisa
kepada kesimpulan, dan kesimpulan ditutup dengan keputusan. UGM bebas maksiat
telah dilakukan dan kami anggap selesai karena telah terjalin kerjasama dengan
pihak rektorat, meskipun memang banyak catatan disana-sini. Namun, Save
Palestine? Ini masih menjadi PR kami. Realitanya, mahasiswa hanya bergerak pada
saat Palestina digempur. Tidak membangun basis penopang secara berangsur.
Kelihatannya
memang gampang. Namun, sangat sulit untuk dipraktekkan. Kelihatannya memang
mudah, namun tetap kami jumpai masalah. Alhasil, sebuah solusi pembangunan
'maket' kecil yang harus kami mulai dari diri sendiri dan saat ini menjadi
kesimpulan dari pembicaraan yang telah lama digaungkan. Titik tekannya adalah
ini akan terealisasi dengan kerja-kerja berjamaah.
Kegiatan
ini sempat berjalan baik, namun lambat laun terhenti dengan kepengurusan dan
kesibukan masing-masing dari perwakilan fakultas. Dan berakhir pulalah
perjalanan dakwah kami. Tak bersisa. 'Aina anta yaa jundullah??? Selesai
kepengurusan, selesai pula program kerjanya. Walaupun kami telah
menanggulanginya dengan memahamkan kader penerus dengan semangat perjuangan
empat lima.
Hilang
satu tumbuh seribu. Aku ungkapkan platform itu pada teman seperjuanganku yang
lain. Alhasil, waktu pun terus berjalan. Membuat segalanya yang tidak mungkin
menjadi mungkin. Yang tidak ada menjadi ada. Masing-masing dari kami
mengumpulkan tenaga, nyali dan harta. Memang kadang ini selesai, tapi kadang
juga tidak bisa diselesaikan. Lambat laun berjalan. Lama bertahan, tapi
wallahualam ada perubahan.
***
Atas
bencana yang menimpa Indonesia, aku tidak ingin kalian menjadikannya seperti
'wacana' berjuang untuk Palestina. Merasa berjuang tapi tidak paham atas esensi
dari sebuah perjuangan. Berdatangan hanya untuk objek wisata bencana alam.
Lontang-lantung dengan melihat kanan kiri, tanpa bisa berbuat apa-apa. Seakan
miris, padahal grasak-grusuk tidak terkonsep dan mengganggu tim SAR serta
korban bencana alam.
'Aina anta
yaa jundullah??? Saat orang bekerja memenuhi kebutuhan dirinya seorang PEJUANG
berpeluh keringat memenuhi kebutuhan orang lain.
'Aina anta
yaa jundullah??? Saat orang-orang beristirahat, seorang PEJUANG terus beramal
untuk istirahatnya di alam kubur.
'Aina anta
yaa jundullah??? Saat orang-orang menumpuk-numpuk harta untuk kesenangan dunia,
seorang PEJUANG sibuk mengumpulkan amal untuk kebahagiaan akhirat.
Memang
seperti itulah dakwah, kawan. Dakwah adalah cinta. Cinta akan meminta semuanya
dari dirimu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk dan tidurmu. Bahkan ditengah
lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau cinta. Lagi-lagi
memang itulah dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu.
'Aina anta yaa jundullah???
Sebuah
Semangat dari Ustad Rahmat Abdullah. Walau tidak bertemu secara langsung, aku
bisa merasakan Semangatnya. Bangkitlah! Semoga Allah memuliakanmu, PEJUANG!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar