Minggu, 09 Desember 2012

Dear Allah,

Entah dari mana mulanya jari-jemariku bergerak-gerak sendiri di atas halaman buku tulis, berlenggak-lenggok membentuk garis-garis halus yang akhirnya menjelma sebagai sungai yang tak henti-hentinya mengalir.

Waktu sepertinya perlu sesekali mengajariku cara tercepat meninggalkan dan melupakannya, meski kadang tak yakin, yang diingat akan 'hilang' begitu saja--esok, lusa, bahkan ribuan detik kedepannya.

Aku (yang kuat) kadang perlu juga menegarkan hati dengan merapal mantra 'semoga', dan berharap mantra itu mustajab untuk mengembalikan 'yang pergi' dan memulangkan 'yang lupa'.

Meskipun kadang pula aku paham bahwa setiap mataku membuka, sebenarnya ia akan tetap pergi dan tetap lupa.

Pagi ini, aku (yang kuat) seperti burung kehilangan dahan-dahan dan tak menemukan cahaya matahari.

Ah, ayolah semangat sedikit. Pasti bisa menghilang dan muncul tiba-tiba di tempat yang jauh. Kenyataan hidup jelas-jelas mengatakan agar aku melupakan rindu itu. Semesta semua sungguh mengharap agar aku (yang kuat) kembali, dan tak lagi terlambat.

Maka cukuplah kukatakan dengan pelan pada hati bahwa aku ingin merindu dengan cara yang sederhana saja, berdoa untuknya lekat-lekat, memohon ampunanNya, dan diam-diam mengagumiMu dari kejauhan yang sebenarnya amat dekat. Karena ku tahu bahwa sesungguhnya Engkau (Allah dan hambaNya malaikat-malaikat yang mulia) telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan kepada hatinya, dan Engkau lebih dekat kepada kami dari pada urat leher ini.

(QS. Qaf :16)

-----
Ratih Diasari
Terinspirasi dari Khrisna Pabichara-- "Sepatu Dahlan".



Tidak ada komentar:

Posting Komentar