Delik ini
memang susah-susah gampang untuk dikenali. Ia diatur dalam sebuah kitab hukum
tertua, Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Delik ini masuk dalam Pasal 335 KUHP.
Bunyinya, barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang agar melakukan, tidak
melakukan, atau membiarkan, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain,
maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yg tidak menyenangkan, baik terhadap
diri sendiri maupun orang lain dapat diancam dengan pidana penjara paling lama
1 tahun.
Poin
pertama bagi orang awam untuk mengenali delik ini pasti merasa sulit. Bahasanya
berbelit rumit. Namun punya kekuatan ampuh untuk membuat hidup menjadi pahit.
Perbuatan
tidak menyenangkan. Pasal ini diincar oleh artis yang kurang populis dan banyak
dialami oleh para petinggi untuk kebutuhan politis. Menjadi rezeki bagi para
advokat, dan menjadi tontonan menarik untuk ibu-ibu, pecinta tayangan gosip
terhangat. Pasal perbuatan tidak menyenangkan memiliki ambiguitas tinggi
dirasakan oleh korban kejahatan delik ini. Pasalnya merupakan keuntungan
tersendiri bagi para penikmat demokrasi. Bunyinya berwayuh arti dan berpotensi
besar dimainkan dalam sebuah lakon kisah berdurasi.
Apa yang
terbersit kala pasal ini dikenakan pada diri kita saat ini? Tentu ia akan
berkelakar mencari tempat pembelaan sebagai jalan pertolongan merubah nasib
yang kian tak pasti. Siapapun tidak ingin terseret, siapapun tidak ingin
tersangkut, siapapun tidak ingin terbawa-bawa penegakan pasal ini. Namun apa
mau dikata. Deliknya tepat maka setiap orang punya potensi untuk segera
ditangkap. Deliknya sesuai maka setiap orang dapat menjadi korban perbuatan
yang tidak menyenangkan.
Kali ini
aku merasakan menjadi korban kejahatan pasal ini. Akan kuceritakan kisahku tak
lama meski berdurasi. Kutuangkan dalam sebuah narasi, lakon ini akan kuhidupkan
dengan cerita yang sarat komposisi. Pelaku utama, korban, sampai penyerta akan
kuulang, kuputar dan kuceritakan kembali. Berharap ia punya arti dan teriring
amal terbaikku ketika ajal kelak kan datang menanti.
Hujan
memang tidak menandakan akan turun dengan gejala-gejala alamnya pada waktu itu.
Kira-kira hari itu adalah hari Senin tanggal 25 April 2011 tepatnya di Wisma
PKBI, Jakarta Selatan. Tentu kami tidak saling mengenal kalau mungkin pada saat
itu kami sempat bertemu. Tidak tegur sapa apalagi curi-curi pandang untuk
memastikan seberapa jauh jaraknya agar aku gegas berlari. Kala itu aku baru
tahu nama panggilannya saat pembagian pengajar muda dalam kelompok-kelompok
kecil fasilitator. Pertama kali bertemu dengannya hanya terbersit satu nama.
Seorang teman lama yang juga mirip mukanya. Waktu itu tidak bertendensi apa-apa
dan tidak punya perasaan apa-apa. Tegasnya tidak punya feeling bahwa
hari esok
aku akan menjadi pusat pemberitaan dan pembicaraan dengannya.
Hari
berlanjut dengan keadaan yang tak jauh berbeda. Semakin dekat, ku kenal dirinya
sebagai pribadi yang baik dan bersahaja. Ku ingat refleksinya di Rindam tak
satupun terdengar bernuansa negatif. Ia begitu aktif, sering tampil sebagai
inisiator, dan yang paling penting ia rajin sholat ke masjid. Pertama kali
menjadi imam, yang paling kuingat ia kurang jelas membaca akhiran surat
Al-Fatihah. Maka tak lupa akupun mengkritiknya lewat surat yang kutaruh dalam
loker pengajar muda. Pengelompokan demi pengelompokkan pun terjadi tanpa pernah
diduga. Tak ku kira aku selalu berada dalam satu kelompok dalam keadaan apapun
jua.
Bersama
dirinya lama-kelamaan aku mengetahui apa kartu AS yang dipegang olehnya. Hanya
getir yang kurasakan satu kelompok semeja bersama dirinya, karena apapun
pendapatku semua tertolak, tak berbekas, membuat ku benci beberapa kali
padanya.
Benci. Ya,
aku benci. Hanya dua orang temanku saja yang tahu bahwa aku teramat benci.
Kuadukan pada mereka bahwa aku benar benci. Kuadukan bahwa potensi diriku
ternegasikan dengan ulahnya kala itu. Sungguh terlalu, ia mematikan daya
kreatifitasku dengan mendominankan daya kreatifitasnya. Perbuatan ini sungguh
tidak menyenangkan jika kau merasakan berada dalam posisiku saat itu.
Keadaan
ini terjadi tak begitu lama karena sudah berganti dengan sebuah takdir yang
baru. Takdir itu berbalik cepat sesuai hukum alam tanpa ku sangka hal ini akan
terjadi pada diriku saat itu juga. Kejadiannya bermula dari sebuah ice breaking
kopi, wortel atau telur. Yang tak sengaja pilihan wortel kami pilih dan hanya
menjadi pilihan kami berdua pada waktu itu. Berlanjut pada sebuah sesi
kepemimpinan yang menuntut kami, pengajar muda agar menyambung sebuah garis dan
memberikan sentuhan makna pada sebuah gambar. Bodohnya aku menambahkan satu
huruf petanda inisial dirinya yang tak pernah kutahu hal itu menandakan inisial
nama panjang dirinya yang ternyata tertera jelas dalam buku lengkap Pengajar
Muda. Aku dikerjai mereka semua. Aku didekat-dekatkan dengan dirinya didepan
umum sehingga aku begitu malu seketika.
Belum lagi
saat aku melepaskan sapaan nama dirinya menggantikan nama orang yang
seharusnya. Pipiku berubah merah padam seperti buah tomat, malu ingin segera
lekas pulang cepat berkemas. Dua lagu dalam malam apresiasi seni juga turut
andil memompa jantungku agar terus berdebar. Nama jalan di daerah Bandung dan
nama anak muridku yang sama dengan nama dirinya tak kan kulupa walau sampai
sekarang masih terus penasaran apa ia hanya kebetulan semata.
Apa ia
kebetulan? Kebetulan ini sungguh membuatku jauh tidak berdaya. Aku berlari dari
semua masalah yang ada. Aku adukan hanya kepada Allah semata. Tapi tetap saja
seakan itu sia-sia, karena pada pertemuan terakhir saja aku masih salah naik
bus sehingga mendapat dua tepuk apresiasi karena hampiri dirinya. Semua terjadi
begitu saja tanpa pernah diduga dan disangka sebelumnya.
Hikmah
pembelajaran sebagai refleksi bulan pertama sungguh kurasakan sebagai perbuatan
yang tidak menyenangkan. Perbuatan yang seharusnya menghukum para pelaku
pengroyokan 'cie-cie-an' diganjar selama satu tahun dengan denda yang maksimal.
Namun belakangan setelah pelatihan sirna, aku merasakan ini adalah bentuk lain
dari perbuatan yang tidak menyenangkan. Sebuah bentuk lain karena hatiku diuji
kembali dengan sebuah renungan perpisahan.
Aku tahu
hidup itu akan berlayar pada keberagaman sejuta warna pelangi. Akupun tahu
cobaan kan datang tidak hanya dengan warna yang hitam putih. Pengalaman ini
membuatku belajar bahwa tiada hal di dunia ini yang sifatnya abadi. Satu tahun
dapat berubah dan merubah segalanya meski diikat dengan sebuah janji. Allahlah
Yang Maha Pembolak-balik Hati, maka pintar-pintarlah untuk menjaga diri.
Laki-laki cenderung labil dan wanita cenderung tertambat hatinya. Akankah
permainan ini akan diteruskan walau rumus dasar telah ditemukan!?
Inilah
Pasal 335 yang sempat aku sendiri alami. Pasal 335 yang secara nyata menimpaku
dalam kehidupanku yang fana ini. Prosesnya memang sulit, ku harus jujur
mengakui. Sulit untuk menahan, sulit untuk bertahan. Ingin rasanya aku berkata,
ingin rasanya aku tidak menderita. Tapi bukankah Allah sudah menunjukkan jalan
untuk mempertemukan orang-orang baik di surga. Lantas buat apa aku mulai untuk
angkat bicara? Karena satu sisi aku yakin bahwa Allah sudah punya cara membuat
hati pintar bercerita.
*Untuk
tanah yang sedang menantikan turunnya hujan:
Aku ingin
mengenalnya sama seperti awal ketika aku bertemu. Ia menjaga pandangannya,
santun, bersahaja walau sedikit mengesalkan dibeberapa waktu saat kami bertemu.
Aku ingin
mengenalnya sama seperti awal ketika aku bertemu. Ia jauh mencintai Allah dan
begitu sibuk mencambuk dirinya dengan mengingatkan kami pada kultum subuh yang
membuatku iri terkesan seketika.
Aku ingin
mengenalnya sama seperti awal ketika aku bertemu. Ia bisa mengontrol emosinya
jauh lebih dalam dari dalamnya laut Arafuru.
Saumlaki,
18 Juni 2011 dengan suasana penginapan beralaskan laut.
Pasted
from <file:///E:\Dear%20Diary\Tulisan%20Sendiri-Publish\Perbuatan%20Tidak%20Menyenangkan.doc>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar