Rabu, 12 Desember 2012

R I N D U !


Senja ini seakan bukan permulaan malam. Sengat mentari itu seakan juga bukan permulaan siang. Mendung ini bukan berarti kan turun hujan. Hujan lebat bukan selalu membuat angin bertiup kencang. Kobaran api bukan berarti kan kebakaran. Jantung berdetak kencang juga bukan berarti ada gangguan.

Panasnya tubuh tak selalu kecapean. Lelahnya mata tak selalu saya ngantukan. Rindunya hati tak selalu kangen seseorang. Letihnya pikiran tak selalu butuh pendamping kehidupan. Dan dua kalimat terakhir, tak selalu jujur diucapkan dari hati yang terdalam.

Hidup. Hidup memang tak selalu memuat dua kalimat terakhir dalam posita yang sekilas baru disebutkan. Melainkan hidup tersusun dengan teka-teki hidup yang saling menguatkan satu dengan lainnya. Dulu bisa ngomong begini, sekarang bisa ngomong yang beda lagi. Sayangnya bertolak-belakang dengan hukum yang dimaknai: menghendaki adanya sebuah konsistensi.
Kau tahu? Andaikan angin bisa bicara. Andaikan bulan bisa ngomong sesuka kata. Andaikan batu bisa menjadi teman yang setia. Andaikan ombak bisa bersenda gurau mainkan canda. Andaikan jibril selalu membawa kabar gembira. Andaikan rerumputan bisa membantu damaikan hati yang sedang gundah. Pasti hidup bukan lagi sarat dengan teka-teki belaka. Pasti hidup menjadi statis, karena semua ada saksinya (Pasal 164 HIR).

Kata pepatah kuno. Hidup memuat seribu satu tanda tanya. Dan salah satu tanda tanya terbesarnya adalah soal rindu. Dan kau tahu? Tepatnya saya sekarang sedang rindu!

Rindu pada otak, yang anehnya sekarang bisa lupa. Rindu pada ilmu, yang harusnya dapat mengalir dengan setia. Rindu pada buku, sehingga ingin terus membaca. Rindu menjadi orang berilmu, karena tak dapat melihat langsung keadaan yang berbeda dari kehidupan yang sebenarnya fana. Ah, hidup! Hidup memang hidup. Hidup tak kan selesai dengan kehidupan yang tidak hidup.

Kehilangan separuh dari nilai kekayaan apa-apa yang kamu junjung tinggi dalam hidup, tentu sekejap membuatmu menjadi kelu. Tak enak makan, tak enak tidur apalagi terus hanya sekedar mengeluh. Itulah yang saya rasakan saat ini. Kehilangan kemampuan hukum yang tidak pernah dipelajari selama satu tahun dan semua telah berlalu.

Rasanya seakan sama seperti pemegang saham minoritas yang dirugikan oleh Perseroan. Atau sama seperti pihak yang dirugikan oleh Deditur sehingga dapat mengajukan tuntutan sesuai Pasal 1267 KUHPerdata (red: walau ada perbedaan pendapat tentang penggunaan kata yang lebih tepat untuk gugatan/tuntutan, dalam konteks persidangan kasus perdata). Atau mungkin sama resahnya seperti ahli waris yang beragama kristen pada pembagian warisan harta bersama dengan UU 1/1974, yang mendapatkan porsi sesuai Pasal 183 KHI.

Keadaan kepala ini memang tak lagi sempurna. Satu per satu hilang karena digantikan dengan hal baru yang dijadikan novum dalam eksepsi dalam persidangan organ di kepala. Kata teman saya, jangan sibuk mencari yg sempurna, jika yg sederhana saja bisa membuatmu bahagia. Aih..aih.. Singkat sekali katanya. Namun sulit sekali mendapatkannya. Sulit menjabarkan kata 'sederhana' dengan sekedar menggunakan penafsiran gramatikal.

Hilang sepertinya kemampuan terbaik saya dalam hukum perdata. Begitu pula, obscuur libel/tidak jelas kemampuan berpikir saya dalam hukum agraria. Sulitnya mengkonstatir peristiwa yang dulu pernah diingat dan dialami untuk dikembalikan menjadi pengetahuan semesta. Hilangnya kemampuan mengkualifisir peristiwa dengan ilmu hukum yang dulu dimiliki menjadi kendala dalam mengkonstituir pengetahuan di zaman yang sekarang serba berbeda.

Waktu terus berjalan mendampingi kehidupan. Sudah seharusnya waktu yang berdetak berjalan bersamaan dengan pengetahuan. Kejar apa-apa yang menjadi pokok perkara yang dirindukan. Lakukan prioritas dengan giat belajar pada guru sekaligus advocate yang senatiasa menjadi incaran. Incaran mafia untuk membela tindak-tanduk kesesatan, maupun incaran mahasiswa sebagai pemburu ilmu pengetahuan.

Matahari, angin, batu, api, dan jantung yang tak selalu menjadi jawaban atas kerisauan.

-----
Mulai candu (belajar) hukum perdata.
Mulai 'gila'--paska nonton film Rayya.
Mulai belajar gaya tulis--metafora.

Special giving for Garda Utama & associates


Tidak ada komentar:

Posting Komentar